Selasa, 16 November 2010

Gema Takbir Idul Adha

   ALLAHU AKBAR......ALLAHU AKBAR.......ALLAHU AKBAR.......LAAILA HAILLALLAHHU ALLAHU AKBAR.....ALLAHU WALLILA HILHAM. Hari ini dan hari esok tanggal 16 sampai 17 November 2010 kita akan sering mendengar kumandang takbir ini. Gema takbir, tahlil, serta tahmid berkumandang di sejumlah daerah di tanah air. Tidak terkecuali di salah satu lokasi pengungsian warga akibat erupsi Gunung Merapi di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Senin.
   Takbir pada hari raya Idul Adha dimulai sejak fajar hari Arafah hingga Ashar hari keempatnya atau tanggal 13 Dzul Hijjah. Di antara bunyi takbir yaitu :
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Ada juga bentuk lain yang disandarkan kepada Salman radliyallah 'anhu.
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
   Sedangkan bacaan shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam memang diperintahkan pada semua waktu. Tapi, menggabungkannya dengan kalimat takbir ini tidak pernah dicontohkan oleh beliau shallallahu 'alaihi wasallam tidak pula oleh salah seorang sahabatnya.
Takbir pada Dzul Hijjah ada dua macam, takbir secara umum dan khusus
   Takbir yang umum boleh dibaca sejak hari pertama bulan Dzul Hijjah sampai datangnya hari raya. Boleh dilaksanakan di jalan-jalan, pasar dan di Mina dengan suara yang bersahut-sahutan.
   Sedangkan takbir khusus maksudnya takbir yang dikumandangkan sesudah shalat lima waktu, lebih khusus lagi dalam shalat berjamaah, sebagaimana yang disebutkan oleh para fuqaha'.
   Begitu juga ketika berada di tempat Shalat Ied. Ketika diperjalanan dan ketika duduk menunggu shalat. Seseorang dianjurkan untuk bertakbir tidak hanya diam, baik di Idul Fitri ataupun Idul Adha. Karena hari ini disunnahkan menampakkan syiar-syiar Islam.

   Adapun shalawat dan dzikir-dzikir lainnya tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seperti Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad Wa'ala Aali Sayyidina Muhammad. . .  dan seterusnya.
   Memang, bershalawat kepada Nabi diperintahkan pada setiap waktu. Tapi, menetapkannya dengan bentuk seperti ini dan dilaksanakan pada saat ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan oleh para sahabat beliau.
Memang, bershalawat kepada Nabi diperintahkan pada setiap waktu. Tapi, menetapkannya dengan bentuk seperti ini dan dilaksanakan pada saat ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan oleh para sahabat beliau.
Bacaan lain yang sering dibaca saat ini tapi sayang sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan hari raya adalah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَه

   Kalimat takbir yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah kalimat takbir yang disebutkan di atas tadi.
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
   Seorang muslim harusnya mencukupkan dengan kalimat takbir ini, dan menggemakan mushalla dengannya serta mengisi sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dengan membesarkan nama Allah.
   Sedangkan takbir yang dibaca sesudah shalat dimulai sehabis shalat shubuh di hari Arafah dan bersambung hingga 23 shalat, yaitu hari raya keempat sesudah shalat Ashar pada hari itu. Wallahu A'lam.
Terjadi perbedaan pendapat di antara Ulama tentang bentuk kalimat takbir ini, antara lain:
Pertama    :      اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ. .  لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ . . وَاللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Kedua      :     اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Ketiga      :     اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، اَللهُ أَكْبَرُ . . اَللهُ أَكْبَرُ . . وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Masalah ini sangat luas karena tidak ada nash dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menetapkan bentuk tertentu.
Takbir ini juga yang dibaca pada takbir sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dan takbir sehabis shalat.
Takbir ini juga yang dibaca pada takbir sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dan takbir sehabis shalat.
Takbir ada dua macam
1. Takbir Mutlak, yaitu takbir yang tidak terikat dengan sesuatu, diperintahkan sepanjang waktu pada pagi dan sore hari, sebelum shalat atau sesudahnya, dan di setiap saat.
2. Takbir Muqayyad, yaitu takbir yang diikat pelaksanaannya sesudah shalat lima waktu.
Takbir mutlak dianjurkan pada sepuluh hari Dzul Hijjah dan pada hari-hari Tasyriq. Dimulai sejak masuknya bulan Dzul Hijjah, yaitu sejak tenggelamnya matahari di hari terakhir dari bulan Dzul Qa'dah berlanjut sampai selesai hari-hari Tasyriq (tengelamnya matahari tanggal 13 Dzul Hijjah).
   Sedangkan yang muqayyad, dimulai dari shalat fajar hari Arafah sampai tenggelamnya matahari di akhir hari Tasyriq, yaitu sesudah membaca salam (seusai shalat), membaca istighfar tiga kali dan Allahumma Antas Salaam waminkas salaam Tabaarakta Yaa Dzal Jalaali Walikraam, lalu memulai membaca takbir.
   Takbir ini berlaku bagi selain jamaah haji. Bagi mereka, memulai membaca takbir muqayyad selepas shalat Dzuhur pada hari Nahr (Idul Adha). Wallahu A'lam.

Pertanyaan:
Kapan dimulainya takbir dan bagaimana hukum takbir berjamaah di masjid-masjid sesudah shalat lima waktu?
Jawaban:
Takbir pada hari-hari ini, menurut para Ulama, ada dua macam. Yaitu mutlak dan muqayyad. Takbir mutlak adalah takbir yang dimulai sejak awal bulan Dzul Hijjah berlaku pada semua waktu, tidak dikhususkan dengan sebuah tempat

Dalam hadits Ibnu Umar, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ وَلاَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ
"Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah Ta’ala dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah pada hari-hari tersebut Tahlil, Takbir dan Tahmid “ (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir)
Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya berkata: “Adalah Umar bin Khattab radliyallah 'anhu  bertakbir di kemahnya di Mina dan di dengar mereka yang ada dalam masjid, lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang di pasar hingga Mina bergema oleh takbir.“
“Adalah Umar bin Khattab radliyallah 'anhu  bertakbir di kemahnya di Mina dan di dengar mereka yang ada dalam masjid, lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang di pasar hingga Mina bergema oleh takbir.“
Dan Ibnu Umar radliyallah 'anhuma bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut, setelah shalat dan di atas pembaringannya, di atas kudanya, di majlisnya, dan saat berjalan pada semua hari-hari tersebut.
   Sedangkan takbir muqayyad adalah takbir yang dibaca sesudah shalat wajib. Dan berdasarkan pendapat yang paling kuat, dimulai sejak fajar hari Arafah sampai waktu Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Yaitu takbir sesudah 23 shalat fardlu.
    Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "perkataan yang paling shahih adalah perkataan Ali dan Ibnu Mas'ud, dimulai sejak shubuh hari Arafah sampai akhir hari Mina (hari Tasyriq)."
   Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad dari Ali radliyallah 'anhu, dia bertakbir sejak shalat fajar hari Arafah sampai shalat Ashar di akhir hari Tasyriq. Dan meriwayatkan pula dengan sanad dari al-Aswad berkata, "adalah Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu bertakbir sejak shalat fajar pada hari Arafah sampai shalat Ashar dari akhir hari Nahr (akhir hari Tasyriq) dengan membaca,
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Kesimpulan:
Takbir disyariatkan sejak hari pertama bulan Dzul Hijjah secara umum, dan disyariatkan secara khusus sesudah shalat wajib lima waktu dari sejak shalat fajar hari Arafah sampai shalat Ashar di akhir hari Tasyriq. Takbir disyariatkan bagi laki-laki dan wanita dan dibolehkan dilaksanakan dengan berjamaah.
   Kepada kaum muslimin dianjurkan memperbanyak baca tahlil, takbir, dan tahmid pada sepuluh hari pertama dari bulan Dzul Hijjah. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabiir dengan sanad yang bagus, dari hadits Ibnu Abbas radliyallah 'anhuma berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah Ta’ala dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah pada hari-hari tersebut Tahlil, Takbir dan Tahmid
   Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya berkata: "Adalah Ibnu Umar dan Abu Hurairah radliyallah 'anhuma keluar ke pasar pada hari-hari sepuluh pertama (Dzul Hijjah) dengan bertakbir, sehinga orang-orang juga bertakbir karena takbir mereka."
   Wahai kaum muslimin, ketahuilah!! Orang yang merugi adalah orang yang tidak memanfaatkan kesempatan ibadah kepada Allah, khususnya pada hari-hari ini. orang yang merugi adalah mereka yang tidak mendapat rahmat Allah 'Azza wa 'Ala.
Orang yang merana adalah orang yang tidak mendapatkan kebaikan pada kesempatan yang mulia ini dan bahkan meremehkannya.
   Celaka orang yang mendapatkan hari-hari ini lalu tidak bisa memanfaatkannya. Dan kecelakaan bagi orang yang menghabiskannya untuk kemaksiatan dan dosa. Orang yang celaka adalah mereka yang didatangi kebaikan tapi menolaknya.
   Disyariatkan bertakbir mutlak pada hari-hari ini di setiap waktunya, siang dan malam hingga dilaksanakannya shalat Ied. Dan disyariatkan takbir muqayyad yang dilaksanakan sesudah shalat lima waktu yang dilaksanakan dengan berjamaah. Di mulai, bagi selain jamaah haji, sejak shalat Shubuh hari Arafah hingga shalat Ashar di hari Tasyriq yang terakhir. (PurWD/voa-islam)



sumber : http://voa-islam.org/islamia/ibadah/2009/11/19/1755/takbir-idul-adha/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar